Tuesday, September 29, 2009

Purnama di Balik Jendela (1)


Gagal Berkembang Part 1

Kembang mulai berjatuhan, padahal baru kemarin sore rasanya engkau merekah. Dahan patah akan muncul pucuk baru. Sekarang kaya, siapa tahu besok sengsara. Jika kali ini nestapa siapa tahu besok kita bahagia. Kembang itu berjatuhan, kemarin indah sekali bila beradu dengan tatapan mata. Senja di lembah jingga. Warnanya surut, meredup. Padahal tadi pagi, alam ini indah, terang, bersinar. Malampun menjelang, wajah alam sembunyi dibalik kegelapan. Malam semakin larut, gelap, pekat. Jiwapun serasa sepi, sunyi sendiri seolah tanpa arti. Putus asa, menderita, hampa. World is nothing. ‘jangan takut akan gelap, malah kegelapan yang paling pekat sekalipun ketika menjelang cahaya, saat-saat fajar menyingsing. Itulah kehidupan baru, harapan baru. Kehidupan baru.
Mas, apa kabar...?”. Satu sms masuk dalam inbox-nya Rahman. Seolah kembali ke masa beberapa tahu yang lalu. Masa-masa dia aktif di kegiatan kemahasiswaan. Masa-masa dia aktif berorganisasi, jadi aktifis. Pada waktu itu dia terobsesi dengan kata Bung Karno: ‘Untuk menaklukkan sebuah negara, taklukkan dulu seorang wanita...’. sang Proklamator kemerdekaan itu memang dikenal banyak punya perempuan. Mungkin benar kata orang, semakin seseorang banyak berfikir, maka hal itu seiring dengan naiknya nafsu libido. Makanya mungkin mengapa kebanyakan para pejabat tinggi hanya punya satu istri. Satu dirumah, satu ditempat dinas, satu di Surabaya satu di Jakarta.
Terlepas apapun alasannya, yang jelas jarang orang yang mau diduakan. Jarang orang yang mau dipoligami.
Rahman masih menatap isi pesan itu, sangat jelas wajah si pengirim terbayang dipelupuk matanya. Seorang wanita yang seksi, cantik, putih mulus. Orang yang tidak kesem-sem melihat wajahnya mungkin sedang lelap dalam mimpi, atau sedang sakit. Karena begitu cantiknya hingga teman-teman cowoknya pada waktu itu pada naksir semua. Kalau masih normal wajahnya akan selalu membayang. Dia bagaikan titisan peri dari khayangan diciptakan untuk menyebar pesona keindahan.
Di bibirnya tersungging senyum kecil. Entah apa arti senyuman itu? Yang jelas dia hanya terpaku.
Tak lama kemudian, Siska Calling.... HP di tangan Rahman berdering. Mendendangkan lagunya Naff ‘Akhirnya kumenemukanmu’. Rahman masih tetap diam tanpa reaksi.
Satu pesan dterima, ‘Mas ko g dbls ce... tlp g diangkt...’
Saat-saat seperti itu dalam beberapa bulan terahir ini sangat sering Rahman alami. Siska selalu SMS, calling. Awalnya Rahman meladeninya. Paling tidak tali silaturrahmi tidak boleh terputus. Tapi lama kelamaan terasa capek juga, telpon hanya sekedar untuk bercerita tadi malem makan di ini, belanja di itu, jalan-jalan kesini dan kesitu.
Dulu, Siska dan Rahman sempat saling suka. Walaupun tidak pernah ada kata cinta dan sayang perilaku mereka tidak bisa dibohongi. Lidah perbuatan lebih tajam dari pada lidah kata-kata. Rahman, juga enggan mengutarakan itu secara verbal. Sudah sama-sama dewasa, sudah sama-sama maha, mahasiswa maksudnya hehe...
Rahman akhirnya mau mengikat hubungan kasih itu dengan resmi ada hitam diatas putih, ada penembakan. Ternyata satu hari sebelum hari yang direncanakan Siska sudah jadian dengan Abdi, mahasiswa luar Jawa yang secara penampilan, status ekonomi dan sosial melebihi dirinya. Dia hanya bisa jalan kaki ke kampus, Abdi sudah punya kaki empat.
Walau serasa sakit dan perih dia terima kenyataan itu dengan senyum. Jodoh tidak akan kemana. Jika memang dia jodohku kata Rahman suatu saat dia akan kembali, sejauhauh merpati terbang dia kembali kesarangnya jua. Inilah yang terbaik. Cuma hal tidak bisa diterima oleh Rahman muncul gosip bahwa dirinya mengejar-ngejar Siska. Memaksakan cintanya. Betapa malu Rahman pada saat itu, apalagi teman-teman seangkatannya hampir kenal semua. Ironisnya, Siska-lah yang menyebarkan gosip tidak enak itu.
Setelah beberapa tahun ini, ternyata Abdi pulang ke kampung halamannya. Janji untuk menikahi Siska sampai detik ini tiada kabar berita.
“Brow! Eman-eman lho... cantik...”. Kata Veri sambil menepuk pundaknya. Mereka berdua akrab sejak Ospek dulu, kebetulan satu kelompok.
Rahman hanya tersenyum, lidahnya masih tak mampu mengucapkan kata-kata.
“Waduh jangan-jangan dah beda selera sekarang. Suka sama tante-tante...”. Ledek Very. Very tahu betul cerita sebenarnya antara Siska dan Rahman.
“Gimana lagi Ver, sekarang sudah waktunya kita menata masa depan. Sampai kapan hidup ini kita lewati main-main....”.
“Hoho! Bijak sekali....”.
“Sangat mungkin aku menjalin kasih dengannya, sangat mungkin aku menikahinya dan sangat mungkin aku mempermainkannya. Membangun hubungan hanya untuk kesenangan sesaat... tapi arti semua itu? Bila bangunan cinta yang saya bangun jauh dari ketulusan, jauh dari kesetiaan....”. Keduanya terdiam, tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Very walau terlihat cengengesan sejak Bapaknya meninggal kedewasaannya terasa banget. Biasanya suka dugem, sekarang lebih suka menghabiskan kejenuhannya dengan mengaji. Kemudian Rahman melanjutkan:
“Kita akan merasakan nikmatnya cinta ketika mencintai seseorag dengan hati. Bukan dengan akal dan nafsu... mencintai dengan akal akan berakhir pada untung rugi, kalau menguntungkan jalan terus, kalau merugikan cukup sampai disini. Jika mencintai karena nafsu akan berkhir dengan kesengsaraan. Lihat orang-orang disekitar kita, dengan dengan alasan cinta menghalalkan segalanya. Akhirnya tunas-tunas muda gagal merekah dan berkembang....”.
“Memang seh... saya sudah merasakannya...”. Kata Very lirih, dia teringat kisah cinta-nya yang sad-ending. “Kebahagiaan itu ternyata dihati... maka kalau mau bahagia dalam bercinta, bercinta-lah dengan hati...”.


Tiada yang lebih aneh daripada masalah cinta. Jika hati sudah bilang cinta orang bilang apapun yang ada hanya cinta. Orang bilang secantik apapun kalau hati tidak cinta semuanya serasa hampa. Kataorang cinta itu aneh tapi nyata. Orang yang mencintai dan dicintai mempunyai arah resonansi. (Bersambung)

No comments:

Post a Comment

Silahkan ngasi komentar... bagi siapa saja...