Tuesday, September 29, 2009

Malang Undercover (1)

Manusia diciptakan berpasang-pasangan. Begitu juga dengan kehidupan ini, ada malam ada siang. Ada sedih ada bahagia.. Ada lapar ada kenyang. Ada orang kaya ada orang miskin. Yang paling paling adalah kemiskina mentalkada Yudi Latif dalam pembahasannya di Jawa Pos tentang Isy Kariman aumut Syahidan. Orang yang mengalami kemiskinan mental spritual tak mampu melihat hal positif dalam hidupnya, tak mampu kompromi dengan masa lalu. Memang Kefakiran itu dekat dengan kekufuran, tapi yang lebih parah adalah miskin mental-spritual, walau secara materi sudah berkecukupan akan tetapi jiwanya hampa, kosong, semuanya tanpa arti. Kebahagiaan sesungguhnya ada di hati. Mengapa harus ada miskin dan kaya? Mengapa dia miskin dan yang lain kaya? Itu adalaha rahasia Tuhan katanya.
Sudah jam 01.00 dini hari mengapa saya masih tidak dapat tidur? Padahal sudah sejak jam 21.30 tadi saya berusaha memejamkan mata ini. Ternyata perutku keroncongan, kata orang tua kalau perut sedang kosong isinya adalah amarah. Dari tai saya ingin marah terus. Tapi marah pada siapa? Orang tua karena beliau tidak mengirimku uang bulanan? Atau pada Tuhan?
Tuhan yang Maha Agung, apa sih sulitnya buat Kamu untuk memberiku makanan malam ini.... Tuhan saya lapar, Tuhan saya tidak punya rokok.... Tuhan saya tidak dapat tidur.... jawabannya hanya dingin yang semakin menusuk. Ku teguk air dalam botol disampingku. Berharap dapat membohongi perut agar tidak selalu meminta diisi. Dalam tanya dan bayang semu akhirnya terlelap juga.
Pagi-pagi sekali Andika pergi ke Komisariatnya. Berharap ada sesuatu yang dapat dia makan. Biasanya ada sisa-sisa makanan tadi malam.
Begitu sampai di halaman komisariat dia langsung disambut Rohli adaik tingkatnya.
“Gimana kabarnya mas...?”. Rohli langsung saja menyeruduk menyambar tangan Andika.
“Baik-baik saja....”. kata Andika pelan.
“Lho tangannya ko dingin... semalem begadang ya....”.
“Iya... seperti biasa....”. seperti biasa yang saya maksud adalah kebiasaan para aktifis yang senangnya begadang. Walau hanya sekedar cangkruan diskusi ringan atau ada persoalan yang di bahas.
Kadang Andika sedikit tertawa dalam hati ketika dia dan teman-temannya berdiskusi “Tentang kemiskinan di kota Malang dan upaya Pengentasannya”. Bagaimana mau mengentaskan kemiskinan orang wong kita sendiri saja masih miskin....” Gumamnya dalam hati. Biasa-lah aktifis sok idealis.
“Monggo, monggo Mas silahkan masuk...”. Rahli menarik tangan Andika.
Andika hanya diam.
Seperti biasa senior kalau datang ke komisariat adalah tugasnya yunior untuk menjamu. Menjamunya beda, mereka minta uang untuk dibelikan kopi dan rokok atau Mie Instan, menjamunya mereka yang masak-masak senior tinggal nunggu jadi.
‘Wah... Hmmmm...’ Andika kelihatan bingung. Yang ada di dompetnya hanya ongkos untuk balik ke Cabang. Rohli sudah memasaka air, dia semakin bingung.
Akhirnya tanpa sepengetahuan Rohli dia keluar menuju warung di sebelah gang masuk.
Sang pemilik warung baru saja membuka warungnya. Andika ingin ngutang rokok, kopi dan beberapa Mie Insan. ‘Tapi kan masih barusan buka....’. gumamnya dalam hati. Dia melangkah terus ke ujung jalan, disana juga ada warung, kebetulan yang punya kenal dan akrab dengan Andika.
“He...! Bos nyopo kabare...!!?”. Pemilik warung menyambut dengan wajah segar berbinar. “Lama ga kelihatan wes kerjo ta...?”.wah kerja gimana lulus saja masih belum.
“Ini Bos, saya sekarang tinggal di Basuki Rahmat...”.
“We... kerjo di sekitar sana ta? Ngono ga ngasi kabar blas...”.
Setetah sekitar seperempat jam basi-basi Andika berhasil ngutang sebungkus rokok, dan mie Instan.
Hampir seharian dia berada di komisariat. Ketika mentari sudah mulai meredup dia kembali ke Cabang. (Bersambung)

No comments:

Post a Comment

Silahkan ngasi komentar... bagi siapa saja...